Cerpen Karya : Abdul Hamid
Foto Internet |
Di belakang gedung perkantoran dan Mall Kota
Tugu, tepatnya di sebuah sudut gang
sempit itu Devi tinggal. Sudah setengah tahun dia mengontrak sebuah rumah
minimalis yang ia diami bersama teman kuliahnya, Santi. Seorang teman yang
telah mengubah kehidupan Devi, dari gadis desa menjadi gadis metropolitan.
Devi tidak betah tinggal di kampung
bersama kedua orang tuanya. Apalagi, kedua orang tuanya sudah dianggap tidak mampu
lagi mencukupi kebutuhan hidupnya sebagai seorang mahasiswi. Tuntutan gaya
hidup membuat Devi mengikuti jejak Santi, mahasiswi yang sukses meraup kemewahan
hidup dengan menjadi perempuan penghias malam.
Malam ini, Devi mendapat job untuk
menemani seorang politisi asal Semayan yang bertandang ke Kota Tugu dalam
rangka kunjungan kerja. Dia diberi “tugas” oleh seorang pengusaha tambang yang
biasa menjadi langganannya untuk menemani seorang politisi melepas kepenatan di
sebuah hotel berbintang lima.
Angin malam bertiup, menyusup melalui pori-pori
kulitnya yang putih, sesekali rok mininya tersingkap terkena tiupan angin, cahaya lampu gang sempit itu menyoroti langkahnya yang gemulai. Beberapa orang yang lalu
lalang di gang sempit itu meliriknya.
Seorang pria paruh baya sudah menunggu
kedatangan Devi di loby hotel. “Malam sayangku.” Lelaki itu langsung menyapa
Devi begitu dia masuk ke ruangan loby.
“Ada layanan untuk kamu malam ini. Tolong layani tamu abang dengan baik ya.”
Ucap lelaki yang dua bulan terakhir menjadi langganannya Devi. Lelaki itu
kemudian membawanya masuk kedalam kamar 308, mengenalkannya pada politisi asal
Semayan.
Malam itu, Devi menjalani
profesinya dengan profesional. Puluhan
lembar ratusan ribu dia dapatkan setelah membuat politisi itu berkeringat.”
Besok, pagi-pagi saya berangkat ke bandara, jadi malam ini kamu pulang pake
taksi aja. Terima kasih atas layanannya.” Ucap lelaki itu ketika mengantar Devi
sampai kedepan pintu kamar hotel.
Sebuah mobil taksi mengantarkan Devi kembali
ke depan gang sempit itu. Ia berjalan kaki dengan gontai menyusuri jalanan gang
sempit.
“Dari mana kamu nak? Kok jam segini baru pulang?.” Tanya perempuan paruh
baya kepada Devi, begitu dia sampai di depan pagar kontrakannya. Perempuan itu
tidak lain adalah tetangga Devi.
“Pulang kerja nek.” Jawab Devi seraya mendorong pintu pagar kontrakakannya.
“Seandainya aku ibumu. Maka alangkah sedihnya aku melihat anaknya harus bekerja
sampai larut malam.”
“Ibu saya tidak akan sedih karena dia tidak mengerti kebutuhan anaknya.”
“Dia pasti sangat mengerti kebutuhanmu nak. Kebutuhanmu akan terpenuhi jika
engkau rela menjadi perempuan penghias malam diatas sajadah imanmu.”
Devi terhenyak mendengar ucapan perempuan
paruh baya itu. Dia seperti diberi cermin bening yang membuat dirinya berkaca
dengan jelas betapa berdosanya dia terhadap Sang Penciptanya. Hati dan
perasaannya tersentuh. Buliran bening tak terbendung mengalir membasahi pipinya
yang halus.
Pontianak, 2 Juni 2013