Bendahara Kopsah memaparkan prospek ekonomi syariah |
Ditengah usianya yang masih tergolong “belia” untuk ukuran lembaga keuangan, lembaga ini sudah memiliki asset berupa bangunan kantor setengah jadi yang baru dibeli pada akhir tahun 2014 yang lalu. Kerja keras pengurus yang juga dibantu manajemen, membuat gerak lembaga lebih cepat dari usianya.
Sejumlah pertanyaan dari pihak luarpun bermunculan. Salah satu diantaranya yang menarik perhatian kami adalah : Apakah ini pertanda bahwa pengurus koperasi syariah Mitra Masyarakat berhasil mendirikan koperasi syariah yang handal? Tentu saja tidak. Pengurus hanya membangun fondasi dasar. Cita-cita para pendiri kopsah masih belum berhasil. Impian untuk mensejahterakan ummat dari kemapanan keuangan masih jauh dari realitas yang didamba. Oleh karena itu, untuk mencapai akan cita-cita kopsah Mitra Masyarakat terus dilakukan berbagai upaya, mulai dari penyempurnaan pola kebijakan produk simpanan dan pembiayaan, restrukturisasi pembiayaan bermasalah, manajemen pemasaran, sistem operasi dan prosedur, sistem distribusi bagi hasil hingga social auditing untuk mengukur tingkat kesejahteraan anggota.
Rapat-rapat pengurus dan manajemen semakin intens dilakukan agar lembaga ini tidak keluar dari rel koridor gerakannya. Dan, dalam rangka untuk mencari kerangka konsep gerakan mensejahterakan ummat diperlukan masukan dari anggota, para pakar dan praktisi koperasi syariah.
Dalam rapat dengan pengurus dan manajemen hari Rabu yang lalu, tepatnya pada tanggal 4 Februari 2015 kami tergerak untuk membuat acara diskusi yang bertajuk “Membangun Kemandirian Ekonomi Ummat Melalui Gerakan Koperasi Syariah”. Tema ini diambil setelah pengurus mencermati kondisi umat muslim di Kalimantan Barat saat ini yang semakin hari semakin memperihatinkan.
Rencana pengurus dan manajemen tersebut berhasil kami tunaikan pada hari Kamis tanggal 19 Pebruari 2015 bertepatan dengan hari libur Imlek. Dalam diskusi yang dihadiri oleh para aktivis koperasi syariah, mahasiswa dan guru tersebut terungkap sejumlah persoalan ketimpangan ekonomi ummat. Dalam diskusi yang berlangsung 2 jam itu mencuat bahwa Kondisi ekonomi umat di Kalbar, secara umum, masih belum mandiri, bahkan masih jauh dari kemandirian. Parameter ketidak mandirian ekonomi umat itu terlihat pada banyak fakta dan kondisi, yang diantaranya :
Pertama, sumber daya alam di Kalimantan Barat yang strategis umumnya sudah mulai dikuasai oleh pihak asing. Perusahaan perkebunan sawit dikuasai oleh asing sebesar 65 persen, Dengan demikian penguasaan umat terhadap perkebunan sawit di Kalbar hanya 35 persen saja. Fakta ini membuat bangsa kita (yang notabene sebagian besar umat islam), Kedua, lembaga produsen yang memproduksi kebutuhan umat, hampir semuanya dikuasai minhum (non umat), seperti kebutuhan sehari-hari sabun, shampoo, susu, odol dan hampir semua kebutuhan sehari-hari. Peran umat sangat kecil, bahkan umat, bukan saja marginal dalam produksi, tetapi juga marginal dalam penguasaan jalur distribusi. Lemahnya permodalan umat muslim dari segi permodalan membuat mereka kalah dalam persaingan penguasaan perdagangan dan jasa. Ketiga, jumlah umat muslim yang bekerja di“sector informal” atau yang dikenal dengan self-employed workers dengan pendapatan yang rendah sangat mendominasi. Mereka yang rata-rata memiliki usaha warung-warung kecil, penjual sayur, pedagang asongan, warteg sederhana, pedagang kaki lima (PKL), tukang parkir, dan lain-lain makin hari makin berkurang pendapatan nya seiring dengan kahadiran supermarket, mall, restaurant, dan Café Keempat, asset bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah seperti koperasi syariah dan BMT masih kecil, selebihnya adalah didominasai lembaga keuangan konvensional. Merket share bank syariah baru sekitar 3 persen. Asset yang kecil ini, tentu berdampak terhadap kecilnya peran bank syariah dan sekaligus berimplikasi pada kecilnya upaya memandirikan umat. Selain itu, Lembaga perbankan konvensional ini mayoritas dimiliki asing, yaitu sekitar 67 persen, Secara makro fakta ini berpengaruh pada perwujudan kemandirian ekonomi umat.
Fakta-fakta tersebut merupakan tantangan yang cukup besar untuk kita hadapi. Perlu berjamaah dalam membangun kemandirian ekonomi ummat. Saat ini memang sudah banyak umat muslim yang kaya, namun kekayaan mereka masih bersifat personal. Keberhasilan mereka tidak banyak berkontribusi terhadap saudaranya yang tinggal di pedalaman maupun mereka yang hidup dari mengais sisa-sisa sampah di perkotaan.
Oleh karena itu, kehadiran koperasi syariah saat ini bisa berperan menjembatani antara si kaya dengan si misikin. Antara yang berkelebihan harta dengan yang sedang kekurangan. Pola pendistribusian kekayaan harus dilakukan lewat sebuah lembaga keuangan, karena jikalau hanya dilakukakan secara personal maka bayang-bayang kemiskinan ini akan terjadi secara turun-temurun.
*) Abdul Hamid, SE : Ketua Pengurus Koperasi Syariah Mitra Masyarakat