Yang ditunggu- tunggu akhirnya datang juga. Sabtu sore kemarin hujan mengguyur Kota Pontianak. Meski hujan turun dengan intensitas sedang, namun turunnya hujan kali ini sangat membantu membersihkan pekatnya kabut asap di Kota Pontianak.
Semua orang bergembira dan senang menyambut turunnya hujan. Kedatangannya betul-betul di damba. Berbeda kalau sudah masuk waktunya musim penghujan. Kehadirannya sering di caci maki, karena menyebabkan cucian jadi tidak kering dan kerap mengakibatkan banjir .
Sekarang, hujan disambut dengan suka cita. Ribuan orang mengucap syukur. Perekonomian menjadi lebih bergairah. Orang-orang jadi bebas untuk keluar rumah. Tidak perlu memakai masker lagi. Kualitas udara berdasarkan alat particulate matter sudah masuk dalam kategori sedang. Itu artinya, kualitas udara sudah aman. Anak-anak sudah bisa masuk sekolah lagi.
Kemarin, Kabut asap di Kalimantan Barat memang sudah masuk dalam kategori berbahaya. Sehingga sekolah dasar dan menengah terpaksa di liburkan. Jarak pandang hanya 100 sampai 200 meter. Nelayan tidak bisa melaut. Kapal motor air pun berhenti beroperasi karena membahayakan keselamatan penumpang. Bandara Internasional Supadio Pontianak lumpuh. Penerbangan dari dan menuju Pontianak di batalkan. Ribuan orang terlantar di Bandara. Antrian di Loket-loket mengular, di penuhi penumpang yang melakukan refund.
Bencana kabut asap telah membuat kerugian ekonomi di berbagai sektor bisnis. PT. Angkasa Pura II Cabang Bandara Supadio merugi hingga 300 juta-an. Angka itu tentu belum termasuk kerugian yang dialami oleh masing-masing maskapai penerbangan.
Selain kerugian di sektor bisnis, kerugian di sektor non bisnis pun dinilai lebih parah. Banyak ratusan spesies binatang lahan gambut yang mati. Jutaan pohon dan tumbuhan lain musnah terbakar.
Kerugian yang paling besar di derita oleh masyarakat di Kalimantan Barat adalah biaya kesehatan. Ribuan orang menderita batuk-batuk. Yang paling banyak terkena dampak adalah anak-anak. Pasien anak-anak di Klinik, Puskesmas, dan rumah sakit meningkat. Umumnya mereka menderita batuk-batuk disertai pilek. Mereka terindikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tidak mampu berbuat banyak untuk menanggulangi kabut asap. Bom air (water booming) yang ditembakkan dari udara melalui Heli Kamov tidak mampu memadamkan api yang sudah terlanjur membara di bawah lahan gambut. Biaya yang dikeluarkan untuk water booming juga sangat mahal. Berkisar 100 sampai 150 juta untuk sekali terbang. Sungguh tidak sebanding dengan denda bagi para pelaku pembakaran lahan.
Para pejabat birokrat dan Kepolisian terlalu “ramah” dalam menindak pelaku pembakaran hutan. Hukum seperti tajam kebawah namun tumpul keatas. Dari sebelas tersangka pelaku pembakaran hutan, hanya satu orang yang berasal dari perkebunan besar. Sepuluhnya adalah peladang. Mereka yang membuka lahan untuk pertanian dalam skala kecil yang banyak masuk sel. Toke-toke perkebunan tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Saat ini, rakyat kecil hanya bisa berharap hujan segera turun dalam intensitas yang tinggi. Tidak ada pilihan lain, kecuali mendekatkan diri kepada Tuhan. Lewat sholat istisqo. Berharap, Allah segera menurunkan rahmatnya.
Sudah waktunya kita Insyaf. Kecanggihan tehnologi dan modifikasi cuaca sudah tidak mampu membuat hujan turun secara merata. Marilah kita berhenti menuhankan IQ dan konglomerat. Waktunya kita sadar, bahwa Air hujan adalah nikmat dari Allah yang tak ternilai. Dialah yang menurunkan dan menentukan kadarnya. Mari kita renungkan firman Allah SWT dalam Surah Ar-Rum ayat 48 :
“Allah, dialah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakinya, danmenjadikannya bergumpal-gumpal lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambanya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”
Semoga hujan turun tidak hanya kali ini saja, karena lebaran sudah di depan mata.