Ketika Baju Pesa'an Mewarnai Yudisium IAIN Pontianak
Oleh : Abdul Hamid, SE *)
Ada pemandangan berbeda saat acara Yudisium IAIN Pontianak kemarin. Biasanya acara pelaksanaan yudisium hanya diwarnai dengan pakaian khas adat Melayu Kalimantan Barat, kali ini peserta yudisium memakai baju adat bebeda-beda. Dari beberapa ratus mahasiswa yang di yudisium, kebanyakan mereka memakai pakaian adat teluk belanga bagi yang laki-laki dan baju kurung bagi yang perempuan, ada juga yang memakai baju adat Jawa. Dan yang paling menarik perhatian saya adalah Baju Pesa'an yang juga turut dipakai oleh beberapa mahasiswa IAIN Pontianak.
Oleh : Abdul Hamid, SE *)
Dua Alumni HIMMA saat yudisium IAIN Pontianak |
Memang tak bisa di pungkiri bahwa sebagian dari mahasiswa IAIN Pontianak berasal dari Suku Madura. Suku yang dikenal dengan tipikal pekerja keras dan ulet. IAIN banyak dipilih oleh orang Madura di Kalimantan Barat karena latar belakang pendidikan orang Madura yang kebanyakan mengenyam pendidikan pondok pesantren. Meskipun demikian di dalam keseharian para mahasiswa Madura jarang kita temui memakai simbol-simbol budaya ke "Maduraan". Mereka berbusana ala mahasiswa pada umumnya, bahkan pada saat isteri saya di Yudisium tiga tahun yang lalu, isteri saya memakai Baju Kurung, pakaian adat khas Melayu Kalbar.
"Selama saya kuliah di sini, belum pernah saya melihat mahasiswa memakai Baju Pesa'an. Entah itu saat kuliah, maupun di acara Yudisium." Komentar isteri saya saat melihat acara Yudisium ke III IAIN Pontianak.
Yudisium kali ini memang terasa istimewa. Keistimewaan itu tampak dari keberagaman pakaian adat suku bangsa yang di pakai oleh peserta. Meskipun pakaian adat yang mereka pakai belum tentu mewakili etnis nya sendiri, tapi paling tidak memberikan kesan bahwa betapa kaya nya Kalimantan Barat dengan suku bangsa yang mendiami bumi Borneo ini.
Orang-orang yang bukan dari suku Madura seolah dikenalkan dengan pakaian khas pria Madura yang loggar itu. Baju Pesa'an namanya. Baju Pesa’an memang di desain serba longgar dan pemakaian nya yang terbuka. Hal ini melambangkan sifat dan keterbukaan orang Madura. Bukan ekslusif sebagaimana yangsering dicitrakan oleh kebanyakan orang.
Cara memakai baju Pesa'an pun memang berbeda dengan memakai baju pada umumnya. Memakai baju pesa'an mula-mula didahului dengan memakai celana gomborannya. Celana yang memiliki bentuk setengah sarung itu, dipakai dengan memasukkan kedua kaki ke dalam celana, kemudian bagian atas celana dilipat ke kiri atau ke kanan. Setelah itu dilipat ke arah bagian perut dan digulung dari atas seperti halnya memakai sarung, sampai kira-kira panjang celana menjadi 3/4. Sebagai penguat celana gombor, dipakaikan sabuk atau yang dikenal oleh orang Madura dengan sebutan Katemang.
Kemudian untuk bagian atas dipakai baju kaos garis-garis dengan warna merah dan putih. Setelah itu baru dikenakan baju Pesa'an. Konon, makna kaos garis-garis (lorek) merah dan putih melambangkan kegagahan, sikap tegas serta semangat juang yang kuat, dalam menghadapi segala hal terutama semangat dalam mencari nafkah.
Untuk bagian penutup kepala dipakailah Odheng. Odheng bagi orang Madura memiliki arti simbolis yang cukup kompleks, Baik dari sisi cara memakainya di kepala maupun motif dan ukurannya. Bentuk dan cara memakainya pun menunjukkan derajat seseorang dalam masyarakat. Odheng Terbuat dari kain dengan hiasan motif bunga, berwarna merah soga. Adapun pemakaian odheng yang dipakai oleh peserta yudisium di IAIN Pontianak kemarin ada dua model, yakni Tapoghan dan Santapan .
Diantara ratusan peserta yudisium kemarin saya tidak melihat ada perempuan nya yang memakai baju kebaya Madura. Padahal tidak sedikit mahasiswi yang berasal dari suku Madura di IAIN Pontianak. Ada beberapa orang yang saya kenal baik dengan mereka karena dulu pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Madura Kalimantan Barat.
Tidak adanya peserta yudisium yang memakai baju kebaya bisa disebabkan oleh tiga hal. Pertama : Sulitnya mencari kebaya Madura di Kota Pontianak. Kedua : kebaya Madura mungkin dianggap terlalu ‘vulgar’ untuk di pakai di kampus perguruan tinggi Islam. Sebagaimana diketahui bahwa kebaya Madura umumnya memiliki ciri khas penggunaan kutang polos dengan warna-warna mencolok seperti merah, hijau atau biru terang.
Keindahan lekuk tubuh wanita yang memakainya akan tampak karena kebaya Madura umumnya kebaya rancongan yang dipadu dengan kain samper yang pemakaian nya hanya sampai setengah betis si wanita. Konon, hal tersebut merupakan perwujudan nilai budaya yang hidup dikalangan perempuan Madura yang menghargai keindahan tubuh.
Dan yang Ketiga : bisa jadi ketidaktahuan saya pribadi dengan trend kebaya Madura yang terus mengalami evolusi sehingga mulai meninggalkan bentuk aslinya. Namun demikian, saya pribadi sudah cukup berbangga melihat beberapa orang memakai baju pesa’an di acara-acara resmi seperti yudisium. Diterimanya Pemakaian baju pesa’an di acara yudisium IAIN Pontianak seolah mempertegas bahwa kampus tersebut menghapus stereotype negatif terhadap suku Madura di Kalimantan Barat.