Oleh : Abdul Hamid, S.E
Memperlakukan Tamoni (Ari-ari) bayi yang baru lahir sudah menjadi tradisi masyarakat Madura sejak masa lampau. Tradisi memperlakukan tamoni ini menjadi sesuatu yang penting bagi sebagian masyarakat karena ari-ari dianggap saudara dari bayinya yang telah menjaga dan menyertai bayinya ketika berada di dalam kandungan ibunya, maka dari itu harus dihormati dan diperlakukan khusus. Perlakuan ini tentulah berbeda dengan pandangan mamasyarakat modern yang memandang plasenta atau tali pusar hanya sebatas organ yang membantu bayi ketika berada di dalam kandungan ibunya. Setelah bayi terlahir maka fungsinya tidak ada lagi, dan akan dibuang bersama dengan sampah medis lainnya.
Pada Masyarakat Madura, baik masyarakat yang tinggal di pulau Madura maupun yang tinggal menetap di tanah rantau memiliki banyak ragam dan cara dalam memperlakukan ari-ari bayi, hampir disetiap daerah memiliki cara yang berbeda. Seperti pada masyarakat Madura di Kalimantan Barat misalnya memperlakukan ari-ari dengan dua cara. Yang pertama dengan dikubur, Dan yang kedua digantung dibelakang rumah.
Yang Pertama dengan cara di kubur. Dalam hal penguburan bayi, ada bebrapa ritual yang biasa dilakukan saat mengubur ari-ari bayi diantaranya adalah ;
1. Setelah proses kelahiran selesai, Ari-ari dibersihkan dengan air bersih oleh dukun bayi, bidan ataupun petugas kesehatan.
2. Ari-ari dimasukkan dalam Kendhih (sejenis periuk yang terbuat dari tanah) yang sebelumnya diisi dengan garam, kemudian ditutup dengann cobek yang masih baru.
3. Ari-ari yang sudah dimasukkan dalam wadah kemudian diatasnya diberi berbagai barang jenis rempah bumbu dapur. Setelah itu dibungkus dengan kain kafan atau kain yang berwarna putih.
4. Sang ayah atau perwakilan dari keluarga bayi yang baru lahir menggali lubang untuk ari-ari bayi kira-kira sedalam satu lengan. Jika bayi perempuan lubangnya di sebelah kiri pintu utama rumah, apabila bayi laki-laki lubangnya di sebelah kanan pintu utama rumah. Dan yang berhak mengubur ari-ari adalah ayah kandung, atau keluarga yang paling dekat dengan si bayi.
5. Ari-ari dalam kendhih kemudian dimasukkan kedalam lubang dan ditimbun dengan tanah.
6. Di atas kuburan ari-ari bayi biasanya diberi pagar dari bambu, atau dengan pagar yang terbuat dari kayu. Pemagaran ini bertujuan agar aman dari serangan binatang.
7. Dan yang terakhir ari-ari diberi lampu penerangan selama empat puluh hari, hal ini dimaksudkan selain ari-ari terhindar dari serangan binatang di malam hari juga agar ari-ari dan si bayi selalu diberi penerang (limpahan cahaya dari yang Maha Kuasa).
Adapun ritual dalam memperlakukan ari-ari yang kedua ialah dengan cara digantung. Perlakuan nya hampir sama dengan tata cara yang pertama, hanya saja ari-ari tidak dikubur melainkan digantung terlebih dahulu didalam atau dibelakang rumah kemudian setelah lebih dari 7 bulan baru dikubur.
Jika masyarakat Madura di pulau madura lebih banyak memilih ritual yang pertama, hal sebaliknya justru masyarakat Madura di Kalimantan kebanyakan lebih memilih dengan menggantung ari-ari. Pemilihan menggantung ari-ari tidak lain karena pada umumnya kuntur tanah Kalimantan yang gambut (berair) sehingga membuat ari-ari becek jika dikubur.
Apapun bentuknya, kedua ritual tradisi ini merupakan sebuah bentuk penghormatan, menghargai kepada ari-ari, sekaligus sebuah pelajaran yang baik. Dalam anggapannya bahwa Tamoni atau ari-ari dari pada kemudian dibuang, lebih baik diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Sebagai bentuk penghormatan telah menyertai bayi ini ketika berada dalam kandungan ibunya.
Dalam agama Islam juga disunnahkan mengubur anggota badan yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak akan segera mati, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut, ‘alaqah (gumpalan darah), dan darah akibat goresan, demi menghormati orangnya.
*) Abdul Hamid, Divisi Bidang Kebudayaan IKBM KalBar