Buku Khazanah Budaya Madura Kalimantan Barat - Buku karya Abdul Hamid dengan editor Dr. Yusriadi. Berikut ini pengantar editor tentang buku Khazanah Budaya Madura Kalimantan Barat.
Cover Buku |
Pengantar:
Memahami Budaya Madura
Membaca tulisan ini mengingatkan kita pada sebuah komunitas yang menyeruak di ruang publik Kalimantan Barat dengan potensi, kelebihan dan kekurangannya. Komunitas Madura.
Orang Madura di Kalbar memang menonjol, seperti juga orang Cina. Jumlah populasinya mencapai lebih dari 5 persen, di beberapa tempat seperti di Kubu Raya mencapai lebih dari 20 persen, sangat nampak kehadirannya di ruang publik. Orang Madura begitu nyata dalam dinamika sosial keagamaan, sosial ekonomi dan sosial politik.
Penyataan, “Di mana ada orang Madura, tempat pasti ramai”. “Ada orang Madura, ada surau atau masjid”. “Kalau ada orang Madura masjid pasti ramai”. “Kalau ada oran Madura, pasti ada kelompok pengajian”, menunjukkan peran sosial keagamaan yang menonjol. Secara umum, sulit membantah pernyataan ini, karena memang kegiatan keagamaan atau bahasa menyebutnya “ketaatan” dan gairah beragama di kalangan orang Madura memang tinggi. Anak-anak mereka perintahkan mengaji di masjid dan mushalla kala sore dan malam hari, mereka dorong anak-anak belajar di pesantren, mereka bentuk majelis selawatan, mereka menggelar pertemuan rutin pengajian, mereka tetap menyelenggarakan peringatan momentum hari besar Islam, dan seterusnya.
Anak-anak yang belajar di pesantren kemudian menjadi “tokoh agama”, memiliki ilmu agama yang tinggi, taat, dan “terpakai” dalam setiap kesempatan jika mau. Baik kesempatan internal Madura maupun di luar komunitas.
Mereka menjadi simpul-simpul baru dari sisi agama, sosial, bahkan kadang ekonomi dan politik. Memberi warna dalam dinamika di ruang sosial Kalbar ini.
Dalam bidang ekonomi, orang Madura di Kalbar juga sudah menonjol sejak lama. Pengusaha dari komunitas Madura banyak dan ada di mana-mana. Hari ini, pedagang di pasar di Kota Pontianak, dan kota kecil di sepanjang pantai, selain orang Cina, adalah orang Madura. Sudah banyak tulisan mengenai geliat ekonomi etnik itu.
Dalam bidang politik, politisi orang Madura hadir di gedung wakil rakyat Kota Pontianak, Kubu Raya, Mempawah, Ketapang, Singkawang. Politisi ini kemudian (pernah) menjadi wakil wali kota di Pontianak dan Singkawang.
Saya kira, di dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam, peran orang Madura di Kalbar sangat besar. Semangat bersekolah di kalangan anak-anak Madura hari ini sudah tinggi. Di IAIN Pontianak, dan hal itu disebut dalam buku, mahasiswa Madura sangat “kelihatan”, seperti juga kehadiran mereka sebagai dosen dan pejabat serta staf akademik. Di Untan, IKIP, keadaannya ke depan akan kurang lebih sama.
Nah, peran yang signifikan dan kehadiran yang menonjol di ruang publik harus diimbangi dengan asupan informasi yang cukup tentang komunitas ini. Mungkin kita semua masih ingat bahwa dahulu –mungkin sampai sekarang, ada yang menganggap kehadiran majelis pengajian (selawatan) di kalangan orang Madura menandai bahwa komunitas ini eksklusif. Gairah mendirikan masjid dianggap karena ada motivasi “Islam yang berbeda”. Padahal, seperti terbaca dalam buku ini, semua itu karena gairah beragama yang tinggi. Ada faktor budaya yang kemudian beriringan dengan semangat ini. Dan, semuanya, jika dilihat dari sisi positif, sebenarnya dapat dipahami dan diterima. Pengalaman penulis yang disebutkan dalam buku ini menunjukkan hal itu.
Oleh karena itulah, terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini kehadirannya, sangat, dan amat sangat penting bagi semua pihak. Bagi orang Madura, buku ini menjadi pembuka tirai, menjadi penyampai pesan tentang budaya Madura, sehingga akhirnya budaya dan dinamikanya bisa dipahami oleh orang lain.
Bagi orang luar Madura buku ini menjadi alat untuk memahami lebih dalam, tidak hanya melihat kulit luarnya saja, apalagi dengan pandangan negatif. Buku ini membantu menjawab beberapa misteri dalam budaya dan kehidupan orang Madura yang ada di Kalimantan Barat. Pepatah yang berbunyi, “Tak kenal maka tak tahu, tak tahu maka tak cinta”, tetap relevan.
Tentu, harus disebutkan bahwa buku ini bukanlah buku yang sempurna. Buku ini belum menjangkau semua aspek yang penting berkaitan dengan orang Madura di Kalbar. Tentang budaya dan clurit, tentang aliran keagamaan, tentang bahasa, secara khusus belum disinggung di sini. Saya kira, sebenarnya bukanlah sebuah kekurangan, tetapi, sebuah ruang yang bisa diisi oleh penulis atau penulis lain untuk melanjutkan usaha ini.
Buku ini juga memberi ruang bagi peneliti di kemudian hari untuk melengkapi data dengan metodologi penelitian yang ketat, sehingga perspektif yang disajikan bisa dicerna luar dan dalam. Penulis buku ini telah memberikan petunjuk untuk memudahkan pekerjaan penelitian selanjutnya.
Terakhir, kesediaan Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) membantu pencetakan buku ini merupakan langkah baik. Hal ini akan membuktikan bahwa organisasi ini menganggap penting buku ini dan misi yang ingin disampaikan.
Akhir sekali, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan penulis, Abdul Hamid, yang mempercayakan saya menjadi editor buku ini. Semoga apa yang kita lakukan bersama membawa manfaat seperti yang diharapkan.
Barakallah,
Pontianak, 25 Januari 2018
Yusriadi
Mas, gmn car saya beli ini....
BalasHapusbuat tambahan referensi riset saya...
please jawab komentar saya.
terimakasih...
salam