TABUNGAN YANG BERNILAI IBADAH - INSPIRASI SYARIAH

Minggu, 15 April 2018

TABUNGAN YANG BERNILAI IBADAH


Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. 
(Al-Hadits)

Tanpa kita sadari bahwa dengan menabung uang kita menjadi perantara kebaikan. Uang yang kita tabung dipinjam oleh anggota yang sedang membutuhkan. Misalnya dipinjam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga oleh si peminjam untuk membeli kulkas. Kulkas tersebut dipakai untuk membuat es batu, menyimpan makanan dan minuman. 
Novi Anggota KC Ambawang

Suatu hari ada tamu bertandang ke rumah anggota si peminjam. Ia suguhkan minuman soft drink kepada sang tamu yang sedang kehausan. Minuman tersebut menjadi pelepas rasa dahaga. Maka disitulah pahala kebaikan mengalir kepada kita.
Lalu Ada anggota yang meminjam untuk keperluan membeli karpet. Karpet tersebut digelar dirumahnya, menjadi tempat duduk para tamu, atau dipakai oleh keluarganya untuk solat.  Menjadi sarana ibadah karena dipakai sebagai tempat  untuk bersujud kepada Allah, Tuhan yang Maha Pemurah.

Ada lagi anggota yang datang ke kopsyah mengajukan pinjaman untuk membeli mesin air. Mesin air itu bermanfaat untuk memudahkan keluarganya mengambil air. Digunakan untuk keperluan memasak, mandi serta mengambil air wudhu. Setidaknya lima kali dalam sehari keluarganya mengambil wudhu menggunakan sarana mesin air tersebut. Maka setiap aliran airnya menjadi pahala yang mengalir kepada anggota yang menyimpan uangnya di kopsyah.  

Tabungan setiap anggota bernilai ibadah walau nilainya mungkin tidak seberapa jika kita simpan sendiri di rumah atau kita tabung dilembaga keuangan konvensional yang mengabaikan prinsip syariah dalam muamalahnya. Yang tanpa kita sendiri tahu uang tabungan kita digunakan untuk pembiayaan apa?

Apalagi, Bank Konvensional sudah mulai melenceng jauh dari tujuan utamanya sebagai intermediary dari yang kelebihan harta, disalurkan kepada yang sedang kekurangan modal usaha. Bank-bank konvensional pada praktiknya banyak menarik uang dari masyarakat, dari rakyat kecil, pedagang kaki lima, anak-anak sekolah di tingkat kelurahan. Uang tersebut dari kelurahan ditarik ke kantor Cabang Pembantu di tiap-tiap kecamatan. Dari kecamatan ditarik ke ibukota kabupaten, dan dari ibu kota kabupaten dari masing-masing provinsi ditarik ke kantor pusat di Jakarta. 

Dikantor pusat, rupiah demi rupiah yang dikumpulkan dari masing masing kelurahan di seluruh penjuru negeri ini dipakai (dipinjam) oleh segelintir perusahaan atau korporasi. Ketika perusahaan atau korporasi tersebut memperoleh keuntungan, si penabung tidak merasakan apa-apa karena tidak dianggap ikut ambil bagian dalam perusahaan atau korporasinya. Malah yang terjadi justru sebaliknya, uang tabungan kita sedikit demi sedikit habis dipotong biaya administrasi bulanan. 

Kesenjangan ekonomi akan terus kita rasakan sepanjang praktik semacam diatas masih terus berlanjut dan tanpa kita sadari kita sendiri ikut ambil bagian didalamnya. Lalu apakah kita salah jika kita menabung di Bank? Sementara kita sendiri membutuhkan kehadiran lembaga tersebut untuk kemudahan transaksi dalam bisnis kita. Sebagai orang yang beragama disinilah kita dituntut untuk bijak dalam membelanjakan uang kita. 

Rupiah demi rupiah yang keluar dari genggaman kita kelak akan dimintai pertanggungjawabannnya. Apakah setiap helai rupiah yang kita keluarkan memiliki nilai manfaat dari sisi agama atau tidak? 

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Berkomentar sesuai dengan topik, gunakan Name dan URL jika ingin meninggalkan jejak, link hidup dalam komentar dilarang, melanggar kami hapus