Istilah Visi berasal dari bahasa Inggris dari kata Vision yang memiliki arti penglihatan. Dapat diartikan yang dimaksud dengan visi koperasi syariah adalah sebuah pandangan tentang tujuan jangka panjang koperasi syariah yang didirikan. Visi koperasi syariah biasanya berisi pernyataan singkat dan jelas namun bisa mencakup semua tujuan dan cita-cita koperasi syariah.
Visi koperasi syariah harus mencerminkan dan semangat usaha bersama (ta'awun) dengan berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW serta nilai-nilai koperasi.
Sedangkan misi adalah sebuah kegiatan atau aktivitas yang mengarahkan koperasi syariah pada tujuan yang ingin dicapai atau yang menjadi impian bersama dalam koperasi syariah.
Tanpa visi dan misi bisa dipastikan koperasi syariah sulit mencapai tujuan yang diimpikan bersama. Jadi, pastikan kegiatan pelayanan di koperasi syariah mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.
Visi adalah impian bersama yang menjadi cita-cita yang menyatukan seluruh organisasi. Visi memberi makna dari kerja. Visi adalah sumber inspirasi yang menggerakkan seluruh insan koperasi syariah. Visi adalah sumber energy yang menyatukan semua komponen koperasi, sumberdaya, dukungan berbagai pihak untuk bersama-sama memberikan yang terbaik yang mereka miliki untuk kemajuan koperasi syariah.
Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok yang visioner. Dalam catatan sejarah peradaban Islam, saat Rasulullah hijarah ke Madinah, kondisi perekonomian di Madinah saat itu sepenuhnya dikendalikan oleh orang-orang Yahudi. Mereka memonopoli pasar di Madinah. Padahal penduduk asli Madinah, suku pribumi yang mendiami Madinah adalah suku Aus dan Khazraj atau yang lebih dikenal dengan sebutan kaum Ansor. Kaum Ansor lebih lama tinggal di Madinah, tapi kehidupan ekonomi mereka berada di bawah kontrol orang-orang Yahudi.
Rasul Merasa prihatin dengan kondisi ini. Apalagi saat itu penduduk Madinah sedang “menampung” kedatangan para kaum Muhajirin di rumah mereka masing-masing. Rasul tidak tinggal diam melihat kezaliman yang dilakukan oleh kaum Yahudi terhadap hasil pertanian penduduk Madinah yang dibeli dengan harga murah.
Tidak sampai disitu, orang-orang Yahudi di Madinah juga memiliki pusat-pusat pengolahan pertanian yang cukup besar di Madinah seperti di Khaibar. Kondisi ini semakin memperkuat dominasi Yahudi atas perekonomian Madinah saat itu. Ekonomi dari hulu (produksi) sampai distribusi kepada konsumen semuanya di bawah kendali mereka.
Menghadapi situasi ini, Rasulullah SAW sebagai sosok yang visioner dalam mensejahterakan ekonomi ummat mempersiapkan langkah strategis yang tepat dan efektif untuk mengangkat marwah ekonomi kaum muslimin yang dilemahkan dominasi Yahudi atas ekonomi Madinah.
Nabi menyatukan dua kekuatan kaum Ansor dan Muhajirin. Kedua kaum ini diajak duduk bersama memecahkan persoalan yang ada internal dan eksternal, kedua nya diajak memiliki satu visi, yakni bekerja sama (Ta’awun) membangun ekonomi yang berkeadilan.
Untuk merealisasikan visinya tersebut, maka dibuatlah dua misi utama. Pertama, meningkatkan etos kerja dan produktivitas kaum Muslimin dan yang kedua, menciptakan pasar baru untuk transaksi kaun Muslim.
Misi pertama dilakukan Rasulullah Muhammad SAW dengan memerintahkan para sahabat untuk segera menggarap lahan-lahan pertanian di Madinah yang banyak ditelantarkan oleh penduduk setempat. Banyak lahan di Madinah tapi tidak bertuan. Sementara Orang-orang Madinah sendiri lebih senang bekerja untuk orang-orang Yahudi atau hanya menanam untuk kebutuhan sendiri sehingga masih banyak tanah yang tidak tergarap.
Mendengar seruan Rasulullah Muhammad SAW para sahabat menaatinya. Dr. Tiar Anwar Bachtiar dalam tulisan artikel Cara Rasulullah Taklukkan Ekonomi Yahudi disebutkan bahwa Sahabat Ali ibn Abi Thalib menghidupkan tanah dekat mata air di Yanbu’. Zubair ibn Awwam mengambil sepetak tanah tak terurus lainnya di Madinah. Diikuti kemudian oleh sahabat-sahabat lainnya yang sangat bersemangat untuk dapat hidup mandiri dan produktif.
Bila sebelumnya yang bertani adalah orang Madinah saja, maka karena dorongan perintah Rasulullah Muhammad SAW banyak dari kabilah lain yang belajar bertani sehingga pada masa Rasulullah di Madinah muncul kawasan-kawasan pertanian baru yang produktif seperti Wadi Al-Aqiq, Wadi Mahzuz, Wadi Qanah, Wadi Ranuna, Wadi Bathhan, Wadi Al-Qura, Wadi Waj, Wadi Laij, dan sebagainya. Padahal, sebelumnya kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan telantar yang hanya ditumbuhi semak-semak belukar.
Sektor produksi adalah bagian paling dasar dalam membangun fondasi ekonomi. Tidak akan ada pasar dan perdagangan tanpa ada barang-barang produksi. Rasulullah memulainya dari wilayah ini untuk melemahkan dominasi Yahudi.
Bila sebelumnya produk-produk yang digunakan masyarakat Madinah dimonopoli oleh Yahudi dari kawasan-kawasan pertanian mereka, maka Rasulullah SAW mulai menyainginya dari hasil-hasil produksi lahan baru milik para sahabat. Paling tidak saat panen tiba, kebutuhan kaum Muslim tidak lagi harus bergantung kepada orang-orang Yahudi. Ketika kaum Muslim sudah dapat mandiri, maka posisi tawar kaum Muslim semakin kuat. Apalagi yang mandiri adalah pangan yang merupakan kebutuhan primer manusia.
Misi kedua adalah Menciptakan pasar baru untuk transaksi kaun Muslimin. Di Madinah pasar-pasar yang besar adalah milik orang-orang Yahudi. Salah satu pasar paling besar adalah Pasar Banu Qainuqa’. Pasar ini adalah pasar induk yang memasok barang pertanian milik kaum Ansor. Pasar Banu Qainuqa’ menjadi kekuatan pokok orang Yahudi karena dipasar ini setelah barang-barang masuk, kemudian mereka mensuplai ke pasar-pasar yang lain. Disinilah kekuatan ekonomi mereka.
Praktik riba sudah lama dijalankan di pasar ini. Kaum Yahudi dengan cara-cara yang penuh tipuan (gharar dan jahâlah) berhasil menjerat semua pemilik barang-barang produksi untuk masuk ke pasar mereka.
Kaum Ansor yang sebelum kedatangan Rasulullah dan para sahabat muhajirin tidak terlalu piawai dalam perdagangan, tidak sanggup keluar dari lingkaran riba orang-orang Yahudi. Mereka menyerah pada keadaan yang ada. Karena apabila tidak mengikuti skema Yahudi, para petani tidak dapat memasukkan produk mereka ke pasar.
Maka Rasul mengajak sahabat Muhajirin yang memang mahir berdagang seperti Abdurrahman ibn Auf, Usman ibn Affan, Abu Bakar, dan beberapa yang lainnya membangun pasar baru. Pasar baru tersebut minimal memenuhi kebutuhan umat Islam sendiri karena sektor produksi sebelumnya sudah dimulai oleh kaum ansor.
Pasar yang dibangun oleh Rusulullah mula-mula hanya berbentuk semacam tenda di dekat pasar Bani Qainuqa’ khusus untuk jula beli kaum Muslim. Tidak dibuat secara permanen. Melihat Rasulullah dan para sahabatnya membangun pasar baru, Ka’ab Al-Asyraf pemimpin Yahudi sangat marah atas apa yang dilakukan Rasulullah. Ia kemudian bersama-sama orang-orang Yahudi yang lain menghancurkan tenda tersebut agar kaum Muslim kembali bertransaksi ke pasar Bani Qainuqa’.
Rasulullah tidak terpancing oleh tindakan Ka’ab. Rasul membangun pasar baru lagi di tempat yang agak jauh dari pemukiman. Kawasan pasar ini kelak dikenal sebagai pasar Saouq Al-Manakhah. Luas lahan pasar ini lebih besar dari pasar orang Yahudi. Dalam beberapa literatur, pasar ini luas nya sekitar 5 hektar. Amat luas. Pasar Manakhah sanggup menggusur dominasi pasar orang-orang Yahudi di seantero Madinah. pasar ini semakin diminati oleh banyak konsumen adalah karena pasar ini sangat ketat memperhatikan implementasi ajaran-ajaran muamalah Islam. Di pasar ini tidak boleh ada riba, gharar, dan perjudian.
Pasar Souq Al-Manakhah, saat ini bisa kembali disaksikan kesibukannya di Madinah. Souq Al-Manakhah ini terletak di sebelah barat daya Masjid Nabawi, Tempat ini merupakan situs warisan sejarah yang berkaitan dengan kehidupan Rasullah SAW.
*) Abdul Hamid ; Penulis Buku Tata kelola Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah