Saya memulai diskusi
SINAU BUDAYA malam itu dengan humornya KH. Hasyim Muzadi. Mantan Ketua Umum
PBNU yang sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua pengurus wilayah NU Jawa
Timur. Humor tentang Rokok Surya 16. Dimana pada suatu ketika beliau
memerintahkan staf PW NU Jawa Timur yang bernama Zaini untuk membeli rokok
Surya 16. Zaini adalah santri asal Madura yang mengabdi di Kantor PW NU Jatim.
Tanpa berpikir lama, berangkatlah Zaini mendatangi toko toko di sekitar Raya
Darmo 96. Di toko- toko yang Ia hampiri rokok itu yang ada hanya Surya 12 dan
rokok eceran surya . Karena perintahnya Surya 16 akhirnya tanpa penjang pikir
ia belikan Surya 12 ditambah eceran 4
batang. Lengkaplah menjadi surya 16 batang. Sesampainya didepan KH. Hasyim
Muzadi rokoknya diserahkan oleh staf yang orang Madura itu, sebelumnya
diberitahu kalau Surya 16nya kosong, tapi dibeilkan Surya 12 ditambah 4 batang
eceran. Mendengar jawaban itu KH Hasyim Muzadi tertawa lepas sambil berkata
"Wah aku saiki kalah karo Madura (Kerena yang disuruh beli
orang Madura) tetapi dengan arifnya beliau mengatakan "Iya memang tidak
salah kerena saya yang minta Surya 16.
Dalam humor diatas, kita mendapatkan
gambaran bagaimana Zaini, orang Madura yang berpikir radikal. Berpikir layaknya
seorang filusuf. Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke akar-akar
persoalan. Berpikir terhadap sesuatu dalam bingkai yang tidak
tanggung-tanggung. Sepintas memang terkesan menggelitik. Tapi mendalam.
Dalam keseharian, orang Madura memang
cenderung berpikir radikal. Tapi bukan berarti orang Madura penganut paham
radikalisme apalagi yang mengarah pada tindakan ekstrim. Tidak ada dalam budaya
Madura. Sebab bertindak ekstrim tidak sesuai dengan saloka orang Madura yang berbunyi
Bila Cempa palotan Bila kanca Taretan [Kalau teman adalah saudara].
Sebagaimana kita ketahui pula bahwa
orang Madura sangat patuh terhadap Guru, Orang Tua serta Raja atau Penguasa.
Ajaran Bhuppa’ Bhâbbhu’ Ghuru
Rato Menjadikan Orang Madura Patuh Pada orang tua-Bhuppa’ Bhâbbhu’, Guru -Ghuru
serta Pemimpin atau penguasa-Rato.
Dalam masyarakat Madura,
kepatuhan anak terhadap orang sangat mutlak. Kepatuhan pada kedua orangtua
sudah sangat jelas dan tegas. Seorang anak akan dicap sebagai anak yang durhaka
apabila tidak patuh terhadap orang tuanya. Kepatuhan orang Madura kepada orang
tuanya bisa kita lihat misalnya dalam pemilihan pendidikan. Anak-anak Madura
kebanyakan mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren. Pemilihan pendidikan di
pondok pesantren tidak terlepas dari pengaruh orang tuanya yang cenderung
memaksakan anaknya untuk memondokkan ketika sang anak sudah lulus sekolah
dasar.
Tidak sedikit
anak-anak Madura yang memang terkesan dipaksakan untuk masuk pesantren. Menurut
para orang tua, pendidikan di pesantren adalah pendidikan terbaik. Karena di
pesantren seorang anak bisa belajar mandiri dan mendapatkan pendidikan agama.
Pendidikan yang diyakini menjadi fondasi dasar dalam pembentukan karakter
Manusia Madura.
Jika anak-anak
Madura sudah mengeyam pendidikan di pondok pesantren, maka tidak usah kita
ragukan lagi bagaimana tingkat kepatuhan mereka kepada guru-Ghuru? Guru atau
kiai adalah sosok yang sangat dimuliakan dalam kehidupan orang Madura. Ketaatan
kepada guru atau kepada kiai tidak terlepas dari penerapan kurikulum pendidikan
di pondok pesantren yang mengajarkan ilmu akhlak sebagai ilmu dasar.
Paling utamanya ilmu
adalah ilmu akhlak. Pengajaran kitab Ta'limul Muta'allim menjadikan anak-anak
orang Madura mengerti tentang berahklak yang baik. Orang Madura cenderung tidak
terpengaruh terhadap paham-paham radikalisme selama tradisi pendidikan dipondok
pesantren masih mengajarkan pendidikan akhlak.
Lalu bagaimana
dengan kepatuhan orang Madura terhadap figur pemimpin -Rato? Pemimpin atau rato mendapat tempat tersendiri
dalam kehidupan orang Madura. Agar dipatuhi, seorang pemimpin bagi orang Madura
harus berwibawa. Bersikap Andap Asor- Tidak bersikap atau berperilaku arogan
(congkak), otoriter, bertindak semena-mena, atau tidak menghargai orang lain.
Oleh : Abdul Hamid*)
Penulis Buku Khazanah Budaya Madura Kalimantan Barat
Penulis Buku Khazanah Budaya Madura Kalimantan Barat
Tulisan ini disampaikan dalam acara diskusi Sinau
Budaya dengan Tema : Budaya Lokal Tangkal Paham Radikalisme. Jumat 12 April
2019