Oleh : Abdul Hamid *)
Sapi seolah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Madura. Hewan ini sudah mendarah daging terutama bagi para petani. Ia menjadi benda yang bernilai, menjadi kultur yang mengakar, dan menjadi benda yang memiliki banyak nilai manfaat. Hewan ini menjadi sumber penghasil pupuk alami, sumber tenaga kerja untuk membajak sawah, tabungan hidup yang bernilai tinggi hingga menjadi sarana ritual keagamaan.
Bagi orang Madura yang tinggal di relokasi Madani, pengembang biakan sapi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlahnya kian meningkat seiring dengan tingkat pendapatan ekonomi masyarakat eks korban kerusuhan sosial sambas itu. Kandang-kandang sapi kian mudah dijumpai dibelakang perumahan warga. Kebutuhan konsumsi daging sapi untuk keperluan berkurban tidak lagi didatangkan dari luar. Cukup dari Madani saja, bahkan banyak sapi-sapi dari Madani dijual keluar menjelang lebaran kurban.
Dahulu, tidak ada satupun masyarakat yang memelihara sapi. Karena memang saat konflik terjadi, hewan tersebut tidak bisa diselamatkan dari kampung halaman mereka. Sapi -sapi peliharaan ditinggalkan begitu saja. Tidak tahu nasibnya seperti apa? Yang terpikir hanya menyelamatkan diri dan keluarga.
Semenjak dua dekade terakhir pasca dibangun nya relokasi Madani, Banyak sapi didatangkan ke relokasi Madani dari Pulau Madura. Sapi – sapi tersebut dikirim melalui kapal laut lewat jalur Pelabuhan Tanjung Bumi Bangkalan Madura ke Pontianak. Perdagangan sapi dari pulau Madura ke Pontianak memang memiliki sejarah panjang. Sapi Madura biasanya disuplai untuk bisnis kebutuhan hewan kurban menjelang hari raya Idul Adha. Disamping itu juga untuk kebutuhan akan daging sapi potong di Kalimantan Barat yang terus mengalami defisit.
Di tahun 2019 Kebutuhan daging sapi di Kalbar mencapai 10,04 ribu ton. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar ketersediaan daging sapi dan kerbau 2, 46 ton. Jadi ada selisih defisit daging sapi/kerbau sebanyak 7,58 ribu ton di tahun tersebut. Secara persentase hanya 24 % kebutuhan daging yang bisa dipenuhi oleh peternak lokal, selebihnya 76 % harus didatangkan dari luar provinsi Kalimantan Barat.
Sapi potong merupakan komoditas peternakan strategis jika didorong oleh pemerintah daerah melalui bantuan peternakan. Hal ini akan sangat mendukung perkembangan ekonomi masyarakat, dikarenakan sebagian besar bisa dipelihara dan dikembangkan sebagai usaha ternak rakyat yang nantinya menjadi pendapatan utama masyarakat yang berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan keluarga.
Apalagi sapi Madura dikenal sebagai salah satu type sapi potong lokal Indonesia yang mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan. Beberapa keunggulan yang dimiliki Breed (bangsa) sapi Madura seperti daya tahan tinggi terhadap stress lingkungan dan penyakit, tingkat kesuburan tinggi, kemampuan adaptasi tinggi terhadap kualitas pakan yang rendah, persentase karkas yang tinggi yaitu 48,6 – 51,2 % memiliki daging berkualitas baik dengan kadar lemak rendah (kurang dari 4 %) dan tahan terhadap parasit internal serta kebutuhan pakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan sapi impor [Siregar, 2006].
Mata pencarian masyarakat relokasi Madani yang umumnya sebagai petani dan merangkap sebagai peternak sebetulnya menjadi modal sosial yang cukup penting untuk mendukung swasembada peternakan sapi yang dicanangkan oleh pemerintah daerah.
Peranan sosiobudaya masyarakat Madura di relokasi Madani sangat potensial dalam pengembangan peternakan sapi Madura. Hampir semua masyarakat Madura memiliki keahlian dalam mencari dan menyabit rumput. Keahlian yang diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka menjadi bekal skill dalam budidaya ternak sapi secara tradisional. Ditambah lagi daya dukung pakan ternak yang mudah didapat dari lahan pekarangan rumah mereka.
Kondisi geografis alam relokasi Madani yang subur tidak menyulitkan bagi masayarakat peternak sapi untuk mencari rumput. Ketersediaan lahan juga cukup luas. Luas lahan yang dimiliki oleh masing-masing kepala keluarga (KK) sebanyak 1,075 Ha. Dengan perincian ; untuk lahan rumah 250 meter persegi. Lahan pekarangan 500 meter persegi serta lahan pertanian seluas 1 hektar. Jarak antara bangunan rumah ke rumah juga tidak padat, sehingga memungkinkan bagi masing-masing rumah tangga untuk memiliki kandang ukuran sedang dengan daya tampung sapi sampai 10 ekor sapi per kandang.
Jika ada 20 % saja masyarakat di Relokasi yang beternak sapi, maka terdapat 1.000 ekor sapi. Dengan asumsi masing-masing orang memiliki 10 ekor sapi X 100 kepala keluarga = 1.000. Berdasarkan data Desa Mekar Sari Relokasi Dusun Madani dibangun 500 tapak rumah untuk menampung 500 Kepala Keluarga eks korban kerusuhan sosial Sambas.
Kearifan lokal Orang Madura dalam ternak Sapi.
Pengalaman orang Madura dalam usaha ternak sapi tidak diragukan lagi. Pengalaman merupakan suatu pengetahuan peternak yang diperoleh melalui rutinitas kegiatan sehari- hari atau peristiwa yang dialami. Apabila peternak memiliki pengalaman yang relatif lama dalam mengelola usahanya. Maka umumnya akan memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik jika dibandingkan dengan masyarakat yang kurang pengalaman atau kurang memiliki kearifan lokal dalam beternak sapi. Tentu, keahlian yang didapat dari pengalaman orang Madura dalam beternak sapi harus didukung oleh penyuluh peternakan yang memiliki disiplin ilmu serta pengalaman yang baik.
Saat ini Masyarakat Madura di Relokasi Madani secara umum dalam memenuhi kebutuhan keluarga peternak tidak hanya bergantung pada satu jenis usaha saja melainkan melibatkan usaha pertanian dan non pertanian. Usaha peternakan sapi masih dianggap sebagai usaha sampingan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga peternak.
Dengan demikian potensi ekonomi peternakan sapi Madura masih kurang tergarap. Disamping masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan daging sapi, juga karena permodalan yang menjadi faktor utama dalam pengembangan bisnis peternakan sapi. Pemerintah daerah belum sepenuhnya memberikan dukungan berupa bantuan terhadap kearifan lokal orang Madura dalam peternakan sapi.
*) Abdul Hamid :