Salah satu komoditas tanaman buah yang mulai banyak ditanam dalam 5 tahun terakhir di kampung Madani adalah tanaman buah nanas. Luas lahan yang ditanami nanas oleh warga sudah puluhan hektar. Sudah mulai menyaingi tanaman pohon sawit.
Harga buah nanas ditingkat petani sebetulnya tidaklah mahal. Harga jualnya dikisaran harga 2.000 sampai 3.000 per buah. Adapun dipasaran harga buah nanas dijual dengan harga 5.000 rupiah per buah. Petani nanas dari kampung Madani banyak menjual hasil pertanian mereka ke pasar-pasar tradisional di Kota Pontianak.
Makin banyaknya komoditas tanaman buah nanas di kampung Madani tidaklain disebabkan turunnya harga komoditas jagung dan karet. Para petani lebih memilih menanam komoditas "tahunan" ketimbang tanaman yang lain, dengan pola seperti ini para petani bisa sambil mencari perkejaan yang lain. Menjadi tukang misalnya, atau ikut bekerja menjadi buruh harian lepas ke Kota Pontianak.
Tanaman buah nanas memang bisa jadi alternatif pertanian sampingan, Karena perawatannya lebih mudah. Tidak perlu perawatan setiap hari. Cukup sebulan dua kali tanaman ini dibersihkan dari rumput-rumput liar disekitarnya. Namun demikian, tanaman ini cukup subur ditanah gambut. Apalagi ditanah yang lapang.
Potensi pengembangan tanaman nanas dilahan gambut cukup besar. Budidaya nanas juga berkontribusi menjaga menjaga ekosistem dilahan gambut agar tidak terjadi kebakaran hutan. Akan tetapi pasca panen tanaman buah nanas belum banyak dimanfaatkan menjadi makanan atau minuman olahan. Paling banyak hanya diolah sebagai selai nanas, yang hanya sekali dalam setahun orang membuatnya menjadi kue selai nanas. Menjelang lebaran idul fitri. Pada hari-hari lain, buah nanas hanya dimanfaatkan sebagai sayuran pacri nanas. Dijual diberbagai rumah makan padang di Kota Pontianak.
Sedikit sekali yang memanfaatkan buah nanas menjadi sirup dengan cita rasa yang tinggi. Atau dibuat kripik nanas seperti yang dilakukan oleh para pelaku UMKM di pulau Jawa. Untuk membuat syrup nanas dibutuhkan mesin dan alat produksi dalam skala yang besar. Tidak bisa dibuat dalam skala industri rumah tangga, karena harga dan kualitasnya kalah bersaing dengan olahan pabrik.
Untuk mengatasi persoalan seperti ini, pemerintah mesti turun tangan. Tidak cukup diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Produk olahan nanas harus menjadi produk unggulan daerah. Dalam hal permodalan Pemerintah daerah bisa bekerjasama dengan para pengusaha untuk membuat pabrik olahan nanas.
Dengan demikian, petani cukup berkonsentrasi pada penanaman. Menghasilkan tanaman buah nanas dengan kualitas terbaik, agar bisa dibeli oleh industri pabrik yang ada. Petani tak boleh diberikan dua pekerjaan. Disuruh bercocok tanam dan memasarkan hasil pertanian mereka.
Hasil pertanian harus dipikirkan oleh pemerintah dan pengusaha. Jangan dibebankan lagi kepada para petani. Karena tenaga mereka sudah terkuras untuk bercocok tanam. Sudah setengah abad lebih petani belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Apalagi petani di kampung Madani, pasca relokasi dibiarkan berjuang sendiri. Mereka bercocok tanam hanya berbekal ke-uletan dan etos kerja yang tinggi.
Untuk membantu petani, Perguruan tinggi mestinya bisa melakukan pemberdayaan kepada para petani. Lewat Fakultas pertanian dengan program pengabdian kepada masyarakatnya. Sayangya, program pengabdian kepada masyarakat dari perguruan tinggi biasanya cukup pendek. Hanya tiga bulan, paling lama enam bulan. Selebihnya mahasiswa belajar ilmu pertanian pada kertas-kertas dibangku kuliah. Itu sebabnya banyak mahasiswa lulusan jurusan pertanian banyak yang jadi politisi. Sebab sudah terbiasa duduk-duduk di warung kopi. Membincangkan nasib petani lewat secangkir kopi. Yang katanya bisa menginspirasi, tapi ketika jadi wakil raktyat para petani hanya dijadikan bahan aspirasi.