DILEMA PETANI KARET - INSPIRASI SYARIAH

Rabu, 03 Maret 2021

DILEMA PETANI KARET

Para petani karet di kampung Madani terus resah atas jatuhnya harga karet hasil panen mereka. Padahal komoditas karet ini merupakan komoditas andalan para petani di kampung Madani yang mereka memang sudah terbiasa bertani karet sejak mereka tinggal di Sambas. “Sejak pak Jokowi naik jadi Presiden, harga karet bukan naik, malah turun terus. Ini juga salah satu salahnya pak Jokowi ” Ujar salah seorang petani di RT 02 RW 11 Dusun Kampung Madani disertai tawa. 

Jatuhnya harga karet memang terus dikeluhkan oleh para petani di seluruh Indonesia, tidak hanya di Kampung Madani. Bahkan mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji yang setelah pensiun dari Polri ikut menanam karet juga mengeluh soal anjloknya harga karet. 

Dalam curhatannya itu, Susno Duadji saat ini sudah malas pergi ke kebun untuk menderes atau menyadap karet, apalagi merawatnya. Alhasil, ribuan hektar kebun karet Susno terlantar akibat anjloknya harga karet pada posisi yang nyaris tidak ada harganya yang berkisar Rp 5.000 per kilogram.

Berbicara soal harga karet, pemerintah sebenarnya telah berupaya mengangkat nilai komoditas ini di dalam negeri. Pada akhir 2018, misalnya, Presiden Joko Widodo berjanji membeli karet petani untuk kebutuhan bahan baku aspal dalam proyek infrastruktur. Presiden Jokowi mengeluarkan 4 langkah kebijakan terkait penurunan harga karet. 

Pertama, Jokowi memerintahkan BUMN untuk membeli karet petani. Kedua, mendorong dibangunnya pabrik pengolahan karet di dalam negeri. Ketiga, Jokowi meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memanfaatkan karet sebagai campuran aspal jalan. Terakhir, Jokowi berjanji akan mengajak dua negara produsen terbesar karet, yaitu Malaysia dan Thailand untuk merencanakan langkah bersama.

Namun, realisasi dari 4 janji Presiden untuk menaikkan harga karet ditingkat masyarakat dan menjadikan karet sebagai bahan baku aspal belum mampu menaikkan harga karet. Sampai wabah pandemi covid-19 melanda seluruh negeri, harga karet tidak beranjak dari harga 5.000 per kilogramnya. 

Diawal tahun 2020, Harga karet sempat diberitakan mengalami kenaikan. Harga karet di pabrik sempat diberitakan Rp. 14.000 per kilogramnya. Tapi kenyataan nya, harga karet di masyarakat masih dibeli dengan harga Rp. 5.000 per kilogramnya. 

Para petani banyak yang tidak sabar, beralih ketanaman lain. Malah sejak tahun 2016 petani di Kampung Madani sudah banyak yang menebangi lahan karetnya. Diganti dengan tanaman kelapa sawit. Luas lahan perkebunan karet warga di kampung Madani terus menyusut, dari ratusan hektar sisa sekitar 30 hektaran saja. Itupun sudah banyak yang tidak terurus. Padahal, tanaman karet yang ditanam oleh warga kampung Madani termasuk tanaman karet bibit unggul.

Sebagian petani karet yang masih bertahan untuk menyadap getah karena tidak ada pilihan lagi. Mau ikut-ikutan beralih ketanaman kelapa sawit mereka tidak punya modal untuk membeli pupuknya. Biaya untuk penanaman dan perawatan kebun kelapa sawit relatif lebih mahal ketimbang menanam karet. Apalagi biaya pasca panen kelapa sawit membutuhkan biaya upah angkut yang besar bagi warga yang lahannya jauh dari jalan. 

Disamping itu, ada beberapa warga dikampung Madani yang memiliki kesadaran terhadap bahaya sawit terhadap kerusakan lahan gambut mereka. Fakta kerusakan lingkungan akibat konversi lahan gambut untuk perkebunan sawit bisa mengakibatkan dampak serius bagi kampung Madani kedepannya. 

Di hulu kampung Madani, sudah terdapat perkebunan kelapa sawit milik perusahaan RJP yang luas lahannya ribuan hektar. Pada tahun 2019 kebun kelapa sawit milik RJP mengalami kebakaran lahan yang cukup hebat yang mengakibatkan dampak kabut asap. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit bukan hanya bencana kabut asap, tapi juga kekeringan. Sebagaimana diketahui bahwa tanaman kelapa sawit adalah tanaman yang dikenal rakus air. Satu batang pohon kelapa sawit bisa menghabiskan sekitar 30 liter air. Penyerapan air oleh akar tanaman kelapa sawit yang sangat besar bisa menyebabkan kuantitas air pada tanah berkurang.  

Berbeda dangan tanaman kelapa sawit, tanaman karet justru sangat ramah terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, meskipun harga komoditas karet anjlok tapi masyarakat yang masih bertahan dengan tanaman karetnya sebetulnya mereka sedang “berinvetasi “ menjaga kelestarian lingkungan mereka. 

*) Oleh : Abdul Hamid

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

Berkomentar sesuai dengan topik, gunakan Name dan URL jika ingin meninggalkan jejak, link hidup dalam komentar dilarang, melanggar kami hapus